Maimunah, berjuang untuk warga pedalaman

Ditulis Oleh Dodi Sanjaya
Maimunah muda (20) adalah penduduk asli lokop Aceh Timur. Sebagai putri dari seorang petani tidak menghalangi dirinya untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi. Di Lokop tidak ada fasilitas pendidikan yang memadai,ia meminta restu dari orang tua nya untuk hijrah ke Kuala Simpang.

Sebelum memberi izin, ibu maimunah memberikan dua pilihan kepada Maimunah. “ Nak Ayahmu dulu tak meninggalkan harta, kalau kamu tidak mau sekolah maka jadilah petani disini dengan lahan seadanya, namun jika kamu mau sekolah itu adalah hartamu kelak “
Mendengar ucapan ibunya itu, ia pun memahami bahwa ibunya telah mengizinkannya untuk hijrah ke kuala simpang. Di Kuala Simpang ia tinggal bersama abang kandungnya.

Maimunah muda akhirnya sekolah di Sekolah Pendidikan Keperawatan Langsa. Tahun 1986 ia menyelesaikan tugasnya dilangsa. Pada Tahun 1988 Ia ditempatkan di Lokop Aceh Timur dengan wilayah tugas Lokop, Rantau Panjang , Simpang Jernih, dan Peunaron. 

Ditempat ia ditugaskan hanya ada dua orang petugas kesehatan, yakni pak mega dan alamsyah. Maimunah muda adalah perempuan pertama yang mengabdi di daerah pedalaman.

Untuk menuju Lokop ia harus berjalan kaki Krueng Tuang Rantau Panjang selama dua hari dua malam dengan memanggul obat obatan sebanyak satu keranjang jamu. Dalam perjalanan tentunya banyak halangan dan rintangan yang ditemuinya. Bertemu hewan buas adalah hal yang telah biasa dialaminya. Mulai bertemu harimau hingga Gajah pernah ditemuinya. Bahkan pernah suatu hari Gajah membongkar atap tempat mereka istirahat, namun dengan perlindungan dari yang maha kuasa mereka berhasil lari dengan selamat dari amukan gajah tersebut.

Maimunah muda selalu memberikan pelayanan kesehatan kepada warga ditempat yang disinggahinya untuk istirahat.

Pengalaman Pertama Mengobati.

Pasien pertamanya adalah seorang nenek yang sudah sangat tua, sang nenek saat itu tergeletak lemas tak berdaya. Selama ini nenek tersebut hanya pergi ke dukun dan meminum obat obat dedaunan tradisional.

Untuk memberi obat pada masa itu bukanlah hal yang muda, buat masyarakat pedalaman obat dari perawat dan pemerintah dianggap sebuah barang yang haram. Dengan kondisi yang sudah tak bisa bergerak Nenek tersebut tetap menolak minum obat karna menganggap obat dari pemerintah merupakan sesuatu yang haram. Maimunah muda mencoba meyakinkan nenek tersebut untuk mau meminum obatnya.

Ia mencoba meyakinkan nenek dengan mengatakan bahwa semua obat telah diseleksi oleh ulama ulama yang ada di Majelis Ulama Indonesia, selain itu juga sudah diteliti oleh para ahli kesehatan terkenal. Setelah berhasil meyakinkannya akhirnya sang nenek bersedia untuk meminum obat tersebut.

Sejak saat itu maimunah berjanji akan terus mengabdi di daerah terpencil.

Pengalaman Pertama Pada ibu hamil.

Tahun 1989 di daerah transmigrasi Peunaron Aceh Timur ia mendapatkan tugas pertama mencoba membantu orang bersalin. Sebenarnya ia menolak hal tersebut karna ia hanyalah seorang perawat bukan seorang bidan. Namun karna dibutuhkan akhirnya ia mencoba memberanikan diri untuk datang membantu persalinan. 

Namun kedatangannya di tolak oleh dukun dan keluarga ibu muda tersebut, dengan perasaan gusar ia pulang dan melapor Ke ketua RW. Setelah berdiskusi dengan RW dan tahu itu adalah anak pertama dari ibu tersebut maka akhirnya ia kembali ke rumah tersebut, lagi lagi Maimunah muda mendapatakan penolakan. Karna ditolak dia kembali pulang.

Namun besoknya seorang warga kembali mendatangi tempat maimunah, ia meminta maimunah untuk datang kembali kerumah tersebut.

Maimunah pun mendatangi rumah ibu bersalin itu, tanpa memperdulikan lagi dukun tersebut dia langsung memasuki ruang sempit dan gelap tempat ibu muda itu berbaring. Dalam kegelapan temang remang ia melihat sesosok orang bersarung yang lagi tidur. Karna itu tangannya langsung saja merogoh kedalam sarung, awalnya ia menyangka yang dipegangnya adalah sesosok bayi yang telah tak bergerak lagi, ternyata salah, itu adalah kemaluan seorang laki laki. Sosok yang tergolek bersarung itu bukanlah ibu muda yang hendak bersalin, melainkan itu adalah suaminya.

Karna terkejut, takut dan malu ia langsung lari pulang sambil menangis. Seminggu setelah itu Maimunah mendapat kabar bahwa ibu tersebut telah melahirkan dengan selamat.

Paska kejadian tersebut maimunah muda menghadap ke kepala Dinas Kesehatan, dia meminta untuk mengundurkan diri. Namun niatnya tak dipenuhi, ia ditempatkan di sebagai petugas lapangan keluarga berencana dan kemudian ia mendapat beasiswa untuk disekolahkan di akademi kebidanan.

Setelah dua puluh tuju tahun berlalu, kini Maimunah (47 Tahun) menjadi kepala Puskesmas di Kecamatan simpang Jernih. Simpang jernih dahulunya merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Lokop Aceh Timur. Ia berharap cerita ini dapat menginspirasi para bidan pelayan kesehatan untuk mengabdi didaerah terpencil, demi sebuah standar kesehatan masayrakat yang layak.

Comments

Popular Posts