Mencabut Jaring Merah Kopassus dari Aceh (SOSOK | Tarmizi MSI,Tokoh Gerakan Mahasiswa 98 di Aceh)

ditulis oleh Dodi Sanjaya

Tarmizi MSI, sosok pemuda berkulit hitam manis dan berbadan tegap. Walau badannya tegap,  namun ia bukanlah seorang tentara. Ia merupakan seorang tokoh gerakan mahasiswa Aceh pada tahun 98 yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Solidaritas Mahasiswa untuk Rayat (SMUR) periode 1999-2001.

Beliau juga salah seorang tokoh gerakan mahasiswa aceh yang turut ikut menjatuhkan kediktatoran rezim fasis Soeharto  pada tahun 98. Usai menjatuhkan soeharto dia bersama kawan kawan gerakan mahasiswa lainnya berjuang mencabut Daerah Operasi Militer di Aceh, berbagai cara dilakukannya agar Aceh terlepas dari operasi jaring merah tersebut. Salah satunya adalah dengan melakukan mogok makan. Mogok makan dilakukan selama 21 Hari di gedung FKIP lama Unsyiah dengan tuntutan utam DOM di cabut serta Pemerintah melakukan investigasi untuk mengungkap kekerasan selama DOM.

Selama mogok makan ia tidak memakan makanan apapun, yang hanya dilakukan adalah meminum air putih dan merokok. Dalam mogok makannya pun ia masih mencoba membuat diskusi diskusi bersama kawan lainnya, dalam diskusi itu ia berpikir bagaimana melakukan konsolidasi gerakan untuk membentuk sistem organisasi yang bagus. membangun struktur organisasi, berbicara manajemen, pembagian tugas, sistem parlementer dan pendidikan politik.

Tarmizi muda dipaksa menghentikan mogok makannya setelah jarum infus menusuk tangannya, saat itu ia baru melakukan mogok makan selama 13 hari. Pada tanggal 7 Agustus akhirnya perjuangannya berhasil. DOM di Aceh di Cabut. 

Daerah Operasi Militer memang telah di cabut, namun Tarmizi muda masih gelisah karna kekerasan kekerasan pada masa DOM belum terbongkar 

Ia pun bersama teman temannya menuntut agar komnas HAM di bentuk . Dengan harapan agar nantinya Lembaga ini melakukan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM dan kemudian menuntut pelakunya diadili.

Selain itu ia bersama para temannya membentuk pos pengaduan untuk para korban pelanggaran HAM di daerah daerah. Di pos itu mereka menerima pengaduan dan mendampingi keluarga korban untuk melakukan advokasi dan juga melakukan investigasi serta membuat laporan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang dialami masyarakat.

15 tahun telah berlalu, proses penyelidikan dan penyidikan bahkan pembongkaran terhadap kasus HAM itu hanya sampai pada pelaku di lapangan. 

Pemerintah tidak tidak secara serius melakukannya bahkan tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap orang yang mendesain operasi militer dan memberi perintah.

Tarmizi memang tidak muda lagi namun semangatnya untuk memperjuangkan korban pelanggaran HAM masih seperti tempo dulu, ia berharap keadilan korban benar benar terwujud demi terwujudnya Aceh yang berkeadilan dan bermartabat. Selain itu Beliau juga mengingatkan kita, agar politisi pelanggar HAM harus diisolir agar terbentuk kondisi masyarakat yang baik.

sumber tulisan berasal dari wawancara nurhidayati the globe journal dengan Tarmizi MSI
yang kemudian saya tulis ulang sebagai bahan latihan belajar menulis feature



Comments

Popular Posts