Bedanya Ngopi Di Aceh dengan Jakarta # ANAK RANTAU
Semua orang juga tahu kopi! Mau tidak mau, suka tidak suka, saya kira semua orang di dunia ini mengenalnya. Bedanya, sebagian orang menjadikan kopi sebagai teman akrab, sebagian yang lain teman biasa, dan tidak jarang pula menjadi musuh bebuyutan karena dianggap (atau bahkan memang) mendatangkan penyakit baginya. Namun, bagaimanapun, kopi tetap dikenal.
Di Indonesia, kopi menjadi minuman favorit banyak suku. Apalagi tanaman kopi bisa hidup di banyak tempat dengan “mudah”. Sehingga kita sering dengar istilah “petani kopi” yang berarti sekelompok orang yang bekerja untuk menanam kopi, menjaga, memanen dan mengolahnya. Kondisi ini pula yang selanjutnya memunculkan personal-personal yang sangat menyukai kopi.
Salah satu suku bangsa yang “gila” kopi adalah orang Aceh. Bagi yang pernah datang ke Aceh tahu bagaimana kopi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat keseharian. Di Banda Aceh misalnya, anda tidak perlu capek-capek bikin kopi sendiri. Berbagai jenis kopi, aroma kopi, ada di warung kopi dengan harga terjangkau. Lebih mudah lagi, warung kopi itu ada di mana-mana, sangat mudah mencarinya. Dari yang paling kecil hingga yang besar. Dari pinggiran hingga pusat kota. Tersebar merata. Kemudahan dan kenyamanan inilah yang membuat orang suka nongkrong berjam jam di warung kopi.
Berbeda dengan Jakarta, minum kopi dan nongkrong berlama-lama bukanlah sebuah budaya yang Sering kita jumpa di Aceh. Warung kopi sangat susah bisa diperoleh disini. Kalau adapun itu pasti ditempat yang ekslusif dan mahal, memang tidak bisa dipungkiri, yang murah meriah memang ada, namun itu hanyalah kopi sachet biasa yang rasanya terasa berbeda dengan kopi yang diracik langsung.
Seperti kata pepatah “beda padang beda ilalang, beda lubuk beda ikannya”, antara Aceh dan Jakarta memiliki budaya minum dan warung kopi yang berbeda. Beberapa perbedaannya adalah sebagai berikut:
Aceh, kopi diolah secara tradisional. Di warung kopi Banda Aceh dan Aceh Besar, sebelum kopi dituangkan ke dalam gelas, kopi disaring dengan kain khusus sehingga tidak ada serbuk kopi yang masuk ke dalam gelas. Orang Aceh mengatakan kopi ini dengan “kupi sareng”. Sementara di Jakarta, pada umumnya diwarung-warung kecil yang ada dilingkungan kampung, hanya menjual kopi yang dijual berbentuk sachet. Disajikan hanya dengan menggunakan air hangat.
Kemudian kembali berbicara soal warung kopi, di Aceh, warung kopi selalu ramai. Kalau anda masuk ke warung kopi, anda akan mendengar suara “gemuruh” seperti di pasar. Semua orang berbicara, tertawa, bercerita, berdiskusi seperti menjerit. Bukan itu saja, hampir semua kedai kopi di Aceh memiliki fasilitas Wifi gratis, fasilitas wifi gratis itu mutlak harus dimiliki jika ingin warung kopinya tetap eksis. Kalau mau minum kopi dengan tenang dan senyap memilih ngopi di warung kopi merupakan sebuah kesalahan.
Nah, ini sangat berbeda dengan di Jakarta. Warung kopi sangat jarang, kalaupun ada, biasanya tempatnya sangat sempit, Jadi membuat orang tidak nyaman untuk duduk. Kecuali kita nongkrong diwarung kopi sekelas Starbuck dan beberapa lainnya maka suasana yang ada di Aceh baru kita rasakan,Tetapi kita harus merogoh kantong lebih dalam untuk itu.
Namun jangan terlalu khawatir juga, masih ada tempat ngopi yang masih bisa dijangkau dengan kemampuan keuangan kita. Seven Eleven. Walau harga kopinya lebih mahal dari Aceh namun tidaklah semahal nongkrong di Starbuck. Dengan harga 12 Ribu rupiah anda bisa mendapatkan segela kopi toraja serta fasilitas Wifi seperti pada umumnya warung kopi di Aceh
.#Rindu Ngopi Di Aceh
Comments
Post a Comment